PENDAHULUAN
Incontinensia adalah Suatu keadaan dimana terjadi pengeluaran urine atau feses secara involunter dan juga mengakibatkan masalah sosial atau kesehatan serta dapat diamati secara objektif (Berckley).Di Amerika diperkirakan seitar 17 juta jiwa menderita Incontinensia, di Indonesia belum ada data yang pasti tentang insiden dan prevalensi incontinensia. Di Indonesia masalah Incontinensia sering dianggap sebagai masalah yang tersembunyi dan tidak tersentuh, hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan termasuk perawat dalam menangani pasien dengan incontinensia.
Penelitian yang berfokus pada masalah incontinensia baik itu oleh mahasiswa keperawatan ataupun praktisi keperawatan masih langka, fokus penelitian komunitas keperawatan masih seputar faktor-faktor, kecemasan, dan nyeri. Adapun masalah incontinence ‘ratingnya’ belum memuaskan, apalagi intervensi keperawatan incontinensia di indonesia juga belum berkembang.
Penelitian yang berfokus pada masalah incontinensia baik itu oleh mahasiswa keperawatan ataupun praktisi keperawatan masih langka, fokus penelitian komunitas keperawatan masih seputar faktor-faktor, kecemasan, dan nyeri. Adapun masalah incontinence ‘ratingnya’ belum memuaskan, apalagi intervensi keperawatan incontinensia di indonesia juga belum berkembang.
MITOS DAN MISKONSEPSI
Urinary incontinence sering dianggap sebagai sesuatu yang tidak lazim sehingga tidak perlu untuk dibicarakan, sesutau yang normal akibat penuaan sehingga bukan suatu masalah, hanya dapat diselesaikan lewat pembedahan sehingga tidak perlu untuk dikonsultasikan atau dianggap sebagai sesuatu yang sangat memalukan sehingga tabu untuk didiskusikan, bahkan dianggap hanya terjadi pada lansia, sehingga incontinensia pada anak dianggap sebagai "sesuatu yang bodoh" dan kekanak-kanakan sebagai akibatnya penderita mendapat punishment dari orangtua.
Urinary incontinence sering dianggap sebagai sesuatu yang tidak lazim sehingga tidak perlu untuk dibicarakan, sesutau yang normal akibat penuaan sehingga bukan suatu masalah, hanya dapat diselesaikan lewat pembedahan sehingga tidak perlu untuk dikonsultasikan atau dianggap sebagai sesuatu yang sangat memalukan sehingga tabu untuk didiskusikan, bahkan dianggap hanya terjadi pada lansia, sehingga incontinensia pada anak dianggap sebagai "sesuatu yang bodoh" dan kekanak-kanakan sebagai akibatnya penderita mendapat punishment dari orangtua.
POTENSI MASALAH INCONTINENCE
1. Isolasi sosial.
2. Bau.
3. Memalukan.
4. Depresi.
5. Peningkatan resiko untuk jatuh.
6. Masalah kulit sekitar perineum.
7. Infeksi saluran kemih
8. Biaya (produk, perawatan).
1. Isolasi sosial.
2. Bau.
3. Memalukan.
4. Depresi.
5. Peningkatan resiko untuk jatuh.
6. Masalah kulit sekitar perineum.
7. Infeksi saluran kemih
8. Biaya (produk, perawatan).
FAKTOR RESIKO INCONTINENCE URI
1. Pertambahan usia.
2. pengobatan (contoh: Diuretic).
3. Penurunan mobilitas.
4. Perubahan fungsi kognitif.
5. Penyakit (contoh: Diabetes).
KLASIFIKASI INCONTINENCE URI
1. Transients (akut) atau persistent (kronik).
2. Pengukurannya sangat subyektif (ringan, sedang,berat).
3. Tipe.
TIPE INCONTINENCE URI
1. Stress Incontinence.
a. Pengertian.
Ketidakmampuan mengontrol urine berhubungan dengan aktifitas fisik, seperti batuk, bersin, tertawa atau aktifitas fisik lainnya yang meningkatkatkan tekanan intra abdomen.
b. Faktor resiko
1). Postpartum.
2). Postmenopausal.
3). Post Prostatectomy.
4). Prolaps organ.
5). Peningkatan berat badan.
c. Penyebab
1). Trauma dari otot dasar panggul; biasanya akibat dari persalinan dan fratur pelvis.
2). Atrofi dari otot dasar panggul; sebagai akibat berkurangnya estrogen yang berhubungan dengan menopause atau penuaan.
3). Kelemahan dari otot dasar panggul; Akibat dari peregangan yang berhubungan dengan konstipasi kronis, mengedan kuat saat defekasi atau karena obesitas.
4). Kerusakan innervasi muskular; sebagai akibat dari trauma saat persalinan, fraktur sacral atau lesi pada cauda equina.
5). Kelemahan atau pembedahan yang mengakibatka kerusakan pada spinchter.
d. Karakteristik.
Urine yang keluar sedikit-sedikit (menetes), gejala berkaitan erat dengan aktifitas fisik, berdiri, atau perubahan posisi, rentangnya dari sedang hingga berat.
e. Pilihan terapi.
1). Behavioral therapy.
2). Pelvic floor (Kaegle) Exercise.
3). Edukasi perineal.
4). Farmakoterapi.
5). Pembedahan.
2. Urge Incontinence.
a. Pengertian.
Kehilangan kontrol urine yang berhubungan dengan keinginan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih (Holister).
Karakteristik dari urge incontinence adalah dengan keinginan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih dan terjadi sebelum pasien tiba di toilet.
b. Faktor resiko.
Kontraksi involunter dari otot detrussor menyebabkan ‘ngompol’, merupakan tipe paling umum yang ditemukan dan lebih seirng terjadi bersamaan dengan stress incontinence.
c. Penyebab
1). Instabilitas atau irritabilitas dari detrussor.
2). Iritasi sensory dari bladder berhubungan dengan inflamasi atau infeksi.
3). Penurunan kapasitas bladder dab spasme bladder.
4). Penurunan resistensi spinchter.
5). Tekanan dari intra abdominal atau adanya massa dari bladder.
d. Karakteristik.
Urine yang keluar banyak, terjadi secara tiba-tiba, berkali-kali dan dimalam hari.
e. Pilihan terapi.
1). Evaluasi status hidrasi pasien.
2). Evaluasi diet pasien.
3). Kurangi intake yang dapat mengiritasi bladder (seperti: kafein, dan makanan pedas).
4). Farmakoterapi.
5). Edukasi perineal.
6). Program bladder training.
3. Overflow Incontinence.
a. Pengertian.
Incontinence overflow ditandai dengan pengeluran urine secara involunter, intermittent, atau urine keluar menetes dengan konstan berhubungan dengan overdistensi bladder dan ketidakmampuan untuk mengosongkan secara komplit. '
b. Penyebab
1). Obstruksi dari bladder neck, contoh; pembesaran kelenjar prostat, striktur urethra, calculus urinary atau tumor bladder.
2). Diabethic neuropathy menyebabkan kelemahan otot detrussor sehingga kontraksinya menjadi tidak efektif.
3). Lesi neurologis, contoh; trauma medulla spinalis atau tumor, dan multipe sclerosis.
4). Trauma pembedahan pada saraf pelvis.
c. Pilihan terapi.
1). Kateterisasi intermitten.
2). Farmakoterapi.
3). Pembedahan.
4. Functional Incontinence.
a. Pengertian.
Kehilangan kontrol urine yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar dari saluran kemih bawah seperti masalah lingkungan atau faktor-faktor fungsional, atau gangguan kognitif atau mental.
b. Karakteristik.
Berhubungan dengan penurunan fungsi atau mobilitas (25%), jumlah urine yang keluar banyak.
c. Pilihan terapi.
1). Modifikasi lingkungan.
2). Toileting program.
3). Pengobatan.
5. Refleks Incontinence.
a. Pengertian.
Kehilangan kontrol urine sebagai akibat dari instabilitas kandung kemih pada individu yang mengalami gangguan fungsi sensasi pada saluran kemih bagian bawah.
b. Karakteristik.
1). Pengosongan kandung kemih sulit ditebak.
2). Sensasi pengisian kandung kemih tidak ada atau berkurang.
3). Pasien mungkin mengalami peringatan yang tidak spesifik.
4). Pasien mungkin tidak menyadari pengosongan bladder.
5). Pasien mengalami dysreflexia autonom.
6). Berkaitan dengan penyakit neurogenic (contoh: SCI,MS).
c. Pilihan terapi.
1). Kateterisasi intermitten.
2). Containment.
6. Mixed Incontinence.
Adalah kombinasi dari beberapa type incontinensia, misalnya stress incontinensia dan urgue incontinensia.
Incontinensia bukan hanya masalah ngompol semata, meskipun pasien dengan incontinensia tidak dapat pulih secara total namun yang terpenting adalah bagaimana meningkatkan “quality of life” pada pasien dengan incontinensia.
Bagaimana penderita dapat melakukan ADL dan beradaptasi dengan incontinensianya tanpa harus mengurung diri di rumah, sekali lagi penulis teringat pada seorang pasien dengan refleks incontinensia yang mengurung diri selama 14 tahun karena malu untuk berinteraksi dengan tetangganya padahal usianya masih produktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar