Konsep atau prinsip lembab dalam perawatan luka saat ini menjadi paradigma baru dalam konteks perawatan luka Penelitian Winter pada tahun 1962 menunjukkan bahwa penggunaan occlusive dressing meningkatkan proses penyembuhan dua kali lipat dibandingkan dengan membiarkan luka tetap terbuka. Hinman dan Maibach melaporkan hasil yang sama pada sembilan orang sukarelawan.
KEUNTUNGAN KONSEP LEMBAB
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa lingkungan lembab mempercepat proses epitelisasi dan untuk menciptakan lingkungan lembab dapat dilakukan dengan menggunanakan balutan semi occlusive, full occulisive dan impermeable dressing. (Schulitz, et al. 2005). Menurut Haimowitz, Julia.E., 1997, ada beberapa keuntungan prinsip moisture dalam perawatan luka, diantaranya:
- Mencegah luka menjadi kering dan keras.
- Meningkatkan laju epitelisasi.
- Menjagah pembentukan jaringan eschar
- Meningkatkan pembentukan jaringan dermis.
- Mengontrol inflamasi dan memberikan tampilan yang lebih kosmetis.
- Mempercepat proses autolysis debridement.
- Dapat menurunkan kejadian infeksi.
- Cost effective.
- Mempertahankan gradient voltase normal.
- Mempertahankan aktifitas neutrofil.
- Menurunkan nyeri.
- Memberikan keuntungan psikologis.
- Mudah digunakan.
Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk menciptakan kondisi lembab pada luka.Berikut beberapa contoh dressing yang bisa menjadi pilihan
KASA dan Normal Saline
Cara konvensional dan terkenal adalah menggunakan kasa yang dilembabkan dengan NaCL, cara ini bisa menciptakan suasana lembab tapi tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama sebaliknya cara ini bisa menimbulkan nyeri (pada beberapa pasien) saat pergantian balutan ketika kasa telah mengering.
TRANSPARANT FILMS DRESSING
Film dressing terbuat dari polyurethane memiliki sifat tipis, transparent, dan merekat. Transparan film memungkinkan transmisi uap air, oxygen dan karbondioksida namun tidak memiliki sifat absorben sehingga tidak tepat digunakan pada luka dengan eksudat. Umumnya digunakan untuk balutan intravena dan fiksasi kateter. Keistimewaan film dressing karena hanya merekat pada daerah yang kering sehingga tidak berpotensi mengganggu dasar luka (wound bed), meskipun demikian perlu hati-hati saat menggunakan dalam fase epitelisasi sebab aplikasi film dressing bisa melepaskan epitel-epitel yang masih muda. Contoh Film; Op-Site (Smith and Nephew)., Polyskin (Kendall Healthcare).
Add caption |
HYDROCOLLOIDS
Hydrocolloid sebenarnya sudah digunakan secara luas sejak tahun 1982 (Haimowitz, Julia.E., 1997) dan risetnya sudah dimulai sejak tahun 1970an, jadi istilah modern dressing sebenarnya kurang tepat.
Beberapa wound expert menyatakan bahwa hydrocolloid merupakan balutan yang hampir memenuhi semua kriteria balutan ideal. Hydrocolloid memiliki sifat impermeable terhadap cairan dan oksigen, mengandung polyurethane, adherent (merekat) namun tidak menimbulkan nyeri. Kemampuan hydrocolloid dalam menyerap kelembaban yang berlebih membuatnya menjadi dressing favorit pilihan pemirsa…eh maaf, perawat. Sama halnya dengan hydrogel, hydrocolloid juga tersedia dalam kemasan pasta atau lembaran dan salah satu kelebihan hydrocolloid adalah kemampuannya untuk bertahan pada luka hingga tujuah hari, dengan demikian akan menurunkan nursing time. Contoh Hydrocolloid; DuoDerm (Convatec), Tegasorb (3M health Care), dan Comfeel (Coloplast).
FOAM
Foam dressing juga tersusun oleh polyurethane dan sangat comformable, permeable, non adherent serta mudah diaplikasikan pada luka. Foam memiliki kapasitas yang tinggi utnuk mengabsorbsi eksudat. Foam juga mampu menyerap kelebihan kelembaban sehingga mengurangi resiko maserasi selain itu juga tidak menimbulkan nyeri dan trauma pada jaringan luka saat penggantian.
Contoh foam antara lain Allevyn (Smith and Nephew)., Hydrasorb (Convatec) dan Cutinova (Beirsdeorf-Jobst, Inc).
Contoh foam antara lain Allevyn (Smith and Nephew)., Hydrasorb (Convatec) dan Cutinova (Beirsdeorf-Jobst, Inc).
Namun apapun jenis balutannya yang paling menentukan adalah keterampilan dan kemampuan perawat dalam mengambil keputusan klinis. Sebuah balutan mungkin cocok bagi satu pasien namun bisa jadi tidak tepat pada pasien yang berbeda dengan jenis luka yang sama.
REFERENSI:
1. Winter, GD. Formation of the scab and the rate of epithelialization of superficial wounds in the skin of the youn domestic pig. Nature. 1962; 193:293-294.
2. Schulitz, Gregory., Mozingo, David., Romanelli, Marco., Claxton, Karl. (2005) Wound healing and TIME; new concepts and scientific applications. Wound Repair and regeneration. 13(4):S1-S11.
3. Haimowitz, JE., Margolis, DM. (1997) Moist wound healing. In: Krasner D, Kane, D. Chronic Wound Care, second edition. Wayne, PA. Health Management Publications, Inc., pp49-56
4. Hinman, CD., Maibach, H. Effect of air exposure and occlusion on ecperimental human skin wound. Nature 1963; 200:377-378
4 komentar:
bisa diberikan informasi dimana saya bisa mendapatkan produk2 hydrocolloid????
ali_blagak@yahoo.co.id
Saya praktisi keperawatan dan sudah merawat berbagai macam luka produk2 tsb memang sangat bermanfàat dan hasilnya memang baik
Saat ini saya sedang meneliti polysacharida baru untuk dikembangkan dan dikombinasikan dengan senyawa alami yang dimungkinkan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap waktu penyembuhan luka,
Senang rasanya dapet temen yang sudah praktek langsung :)
oh ya mohon izin blognya di cantumkan disini http://nasrulwathoni.com/blog-alumni/
Mas Nasrul boleh mempertimbangkan madu, sudah banyak laporan riset ttg efektifitas madu dalam penyembuhan luka, termasuk kontrol infeksi. Apalagi sediaan varietas madu di Indonesia cukup banyak. semoga risetnya berjalan lancar untuk kebaikan bersama.
Posting Komentar