Siapapun pasti tidak senang dengan isitilah “flight delayed” atau penerbangan ditunda tidak sesuai jadwal. Itulah yang saya alami sepulang Kongres InETNA tahun lalu. Padahal tidak sempat foto bareng dengan fans hanya gara-gara mengejar jadwal. Perut lapar, mata ngantuk menjadi kombinasi yang kuat untuk marah. Untungnya bisa masuk ‘Lion King’ makan dan minum gratis sehingga bisa menurunkan adrenalin.
Bagaimana dengan luka??? Luka juga kadang mengalami delayed baik disengaja maupun tidak, disadari atau tidak. Luka akut dalam keadaan normal akan sembuh dalam 2 minggu. Apabila sudah 14 hari belum ada tanda-tanda kesembuhan (epitelisasi) maka luka sudah dianggap mengalami “delayed wound healing”.
Apa yang menyebabkan luka bisa mengalami delay. Banyak factor seperti yang telah diposting di factor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka. Secara umum ada dua factor yaitu factor lokal dan factor umum.
Oleh karena itu sebagai perawat (kalau memang mau professional) dalam perawatan luka hendaknya tidak hanya melakukan buka-tutup. Artinya perawatan luka hanya sebatas mengganti balutan lama dengan balutan baru. Namun sebaliknya harus menjadi “detektif” saat merawat luka, buka mata, psang telinga, buka hidung (tidak usah pakai masker), amati respon pasien verbal dan non verbal.
Satu contoh sederhana, seperti yang dikemukakan oleh Dr. Suriadi (2009) bahwa sebelum kita membuka balutan lama, perhatikan dulu wajah pasien. Wajah pasien menggambarkan bagaiman ekspresi luka dalam proses penyembuhannya. Secara in vitro betul!, saya mengamati wajah pasien memang berbanding lurus dengan kemajuan proses penyembuhan luka.
Merawat luka bukan hanya sekedar mengganti perban, tapi bagaimana kita bisa me’manage’ luka pasien, membaca masalah luka, dan mengambil keputusan yang tepat agar luka tidak mengalami ‘delayed wound healing’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar