Jumat, 27 Agustus 2010

BETULKAH PRESSURE UCLER KELALAIAN PERAWAT?

Catatan ringan dari 12th Japan Pressure Ulcer Society Congress
 Position Statements
Tanggal 20-21 Agustus 2010, dilaksanakan 12th Japan Pressure Ulcer Society di Nippon Convention Centre, Makuhari-Chiba. Kongres ini menghadirkan dan dihadiri oleh ribuan perawat, dokter, dan profesi lain termasuk company duduk bersama membicarakan satu masalah “decubitus”. Quality of Life diangkat sebagai tema sentral, mengingat kompleksitas permasalah seputar decubitus seperti nyeri, infeksi, odour, biaya, yang berdampak pada quality of life yang akhirnya memperburuk quality of care.

Tsokos, M. (2000) menegaskan bahwa prevalensi decubitus dapat menjadi parameter yang baik terhadap kualitas perawatan dan pengobatan, sehingga dapat diasumsikan bahwa insidens decubitus berawal dari buruknya perawatan dan pengobatan yang diberikan. Namun apakah decubitus dapat digunakan sebagai indicator objektif kualitas perawatan oleh sebagian profesi masih menjdi polemik. 

Yang lebih bisa diterima adalah decubitus merupakan akibat dari buruknya system pelayanan kesehatan (Courney Lyder,2005). Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar decubitus bisa dicegah melalui identifikasi faktor resiko secara sistematis, pengkajian integument yang komprehensif, penggunaan support surface yang efektif, pendidikan bagi pasien, keluarga termasuk staff. Dan program pencegahan ini melibatkan semua tenaga kesehatan secara multidisipliner

Saat ini telah disepakati sebuah consensus dokumen bahwa untuk membedakan apakah decubitus adalah kelalaian perawat atau bukan maka didasarkan pada fakta apakah decubitus tersebut avoidable atau unavoidable (Doroty Doughty, 2010). Avoidable secara terminology diartikan sebagai decubitus yang dapat dihindari dan unavoidable merupakan decubitus yang sama sekali tidak bisa dihindari. Untuk konteks avoidable, perawat digugat melakukan nursing negligence.

Definitions of Avoidable and Unavoidable Pressure Ulcers
Wound Ostomy and Continence Nurses Society (WOCN) mengeluarkan consensus document mengenai avoidable dan unavoidable pressure ulcer. Dalam consensus document ini WOCN mengadopsi pengertian avoidable dan unavoidable pressure ulcer dari Centers for Medicare and Medicai (2004) sebagai berikut:

Avoidable Pressure Ulcer: “Avoidable” means that the resident developed a pressure ulcer and that the facility did not do one or more of the following: evaluate the resident’s clinical condition and pressure ulcer risk factors; define and implement interventions that are consistent with resident needs, resident goals, and recognized standards of practice; monitor and evaluate the impact of the interventions; or revise the interventions as appropriate.

Unavoidable Pressure Ulcer: “Unavoidable” means that the resident developed a pressure ulcer even though the facility had evaluated the resident’s clinical condition and pressure ulcer risk factors; defined and implemented interventions that are consistent with resident needs, goals, and recognized standards of practice;
monitored and evaluated the impact of the interventions; and revised the approaches as appropriate.

Avoidable decubitus adalah decubitus yang terjadi akibat fasiltas pelayanan kesehatan tidak melaksanakan salah satu dari berikut; mengevaluasi kondisi klinis pasien dan atau pengkajian resiko, memperhatikan kebutuhan pasien secara konsisten, mengimplementasikan standar praktek (seperti AHCPR, AMDA, WOCN, dan literature terkini), memonitor dan mengevaluasi intervensi, merevisi intervensi secara tepat. Adapun  Unavoidable decubitus terjadi manakala point-point terseut diatas telah dijalankan secara tepat dan berkesinambungan.

Pengertian ini masih sangat subjektif dalam membedakan avoidable dan unavoidable decubitus. Untuk itu Jefrey. M.Levine (2010) melakukan penelitian retrospective terhadap 20 pasien yang mengalami decubitus (meskipun telah diterapkan program preventif) dan menemukan 10 masalah yang dapat dijadikan indicator objektif unavoidable pressure ulcer; Hypoalbuminemia (Alb < 3.0), Respiratory failure with intubation, Severe anemia (Hb < 10), Hypoxemia, Sedation, Hypotension, Sepsis, Malignancy, Diabetes mellitus, Renal failure (acute or chronic). Doroty Douhgty (2010) menambahkan bahwa unavoidable decubitus bisa karena pasien atau keluarga menolak intervensi, misalnya perubahan posisi, penggunaan support surface, dan lainnya.

Namun di clinical setting permasalahan ini tidak sesederhana pengertiannya. Bila kita merujuk kembali pada konteks pencegahan maka ini merupakan sebuah tanggung jawab bersama tidak hanya satu profesi tapi juga multidisipliner termasuk decision maker apakah menyapkan policy dan protocol pencegahan yang adekuat. Apakah perawat yang dibekali pendidikan dan pelatihan seputar modalitas pencegahan, apakah perawat yang bertugas diberikan wewenang dalam pengambilam keputusan klinis. Di Indonesia, umummnya perawat hanya diberikan tanggung jawab tapi tanpa disertai kewenangan dan kebebasan dalam mengambil keputusan klinis sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya.

5 komentar:

Fajar mengatakan...

Info bermanfaan bos...numpang posting di blog ane ya..

Blogwalking..

Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN. mengatakan...

@ Fajar, silahkan...tapi jangan lupa dipasang sumbernya ya...skalian link ke blog ini.trims

Unknown mengatakan...

mantaaaapppp.....ilmu baru nih....

Oechay mengatakan...

mantaaaappp...ilmu baru nih....

Oechay mengatakan...

mantaaaaappp...ilmu baru nih...