Kamis, 30 Juni 2011

PERAWATAN LUKA DECUBITUS: TEKHNIK PENCUCIAN LUKA

Pencucian luka merupakan tahapan yang penting dalam proses perawatan luka. Pencucian luka yang adekuat dapat meminimalkan kolonisasi mikroorganisme, melepaskan debris dari dsaar luka dan meminimalkan serta meminimalkan trauma dari luka. Pencucian luka dan tepi luka sebaiknya dilakukan setiap pergantian balutan. Belum ada penelitian yang spesifik mengenai jenis cairan dan tekhnik pencucian luka yang paling efektif untuk luka decubitus (Moore & Cowman, 2008). Namun setidaknya jenis cairan yang digunakan harus bersifat netral, tidak mengiritasi dan tidak toksik terhadap jaringan (Whitney., et al 2006).

Air biasa dapat digunakan sebagai cairan pencuci luka, seperti; air kran, air suling, air minum kemasan dan normal saline (Fernandez, Griffiths, & Ussia, 2007; Joanna Briggs Institute, 2003). Khusus untuk air kran dapat digunakan sebagai alternative pencuci luka selama berasal dari sumber yang bersih dan hygiene (Whitney., et al 2006), adapun hydrogen peroxide, hypochlorite solution, asam asetat, chlorhexamide, povidone iodine, dan cetrimide tidak tepat digunakan sebagai cairan pencuci luka karena sifatnya yang toksik terhadap jaringan granulasi yang sehat (Whitney., et al 2006).

Jangan sekali-kali menggunakan cairan pencuci yang dikhususkan untuk kulit (yang masih utuh) dan pembersih yang didesain sebagai pembersih feses, kedua produk tersebut dapt bersifat sangat toksik terhadap jaringan dsar luka. Begitu juga dengan kebiasaan menambahkan antiseptic ke cairan pencuci luka akan mingkatkan toksisitas pencuci luka (Whitney., et al 2006). Belum ada penelitian yang membuktikan keuntungan menambahkan antiseptic ke cairan pencuci luka (Rodeheaver & Ratliff, 2007).

Konya, Sanada, Sugama, Okuwa and Kitayama (2005a) mengevaluasi efek pencucian tepi luka decubitus kategori III dan IV dan menemukan bahwa jumlah bakteri pada tepi luka dan dasar luka menurun secara signifikan.





Bagaimana tekhnik pencucian luka dilakukan?
Ada beberapa tekhnik pencucian luka, seperti menggosok (swabbing), mengguyur (showering), dan merendam (bathing), namun tidak ada perbedaan yang signifikan diantara tekhnik tersebut (Moore & Cowman, 2005). Menggunakan alat bantu seperti kain atau spons dapat meningkatkan efikasi pencucian luka, Meskipun demikian haru sangat hati-hati dalam penggunaannya untuk meminimalkan trauma terhadap dasar luka (Whitney., et al 2006). Pencucian luka dengan menggunakan spons yang kasar secara signifikan meningkatkan resiko infeksi bila dibandingkan dengan menggunakan spons yang lembut (Rodeheaver & Ratliff, 2007; Rodeheaver, Smith, Thacker, Edgerton, & Edlich, 1975).




Bagaimana dengan tekhnik irigasinya?
Irigasi luka dengan tekanan tinggi dibutuhkan bila terdapat slough atau jaringan nekrotik. Irigasi sebaiknya cukup adekuat untuk membersihkan permukaan decubitus tanpat menimbulkan trauma terhadap dasar luka. Tekanan yang ideal adalah sebesar 4-15 pounds per inci (psi) (Fernandez et al., 2007; JBI, 2003; Bergstrom et al., 1994), yang bisa didapat dengan menggunakan spoit 30 ml dengan jarum 18 G (Whitney., et al 2006). Tekanan dibawah 4 psi tidak efektif membersihkan luka dan tekanan diatas 15 psi dapat menyebabkan trauma jaringan bahkan dapat mendorong invasi bakteri ke dalam jaringan (Whitney., et al 2006).

Tidak ada komentar: