Kamis, 01 April 2010

PARTAI DECUBITUS INDONESIA

Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN

Decubitus merupakan masalah global sebab tidak mengenal negara berkembang atau negara maju, benua Asia, Eropa, atau Amerika, tidak mengenal jenis kelamin, tidak hanya pada usia lanjut, tidak selamanya terjadi di rumah sakit, pokoknya siapapun, dimanapun, kapanpun bisa terkena decubitus, termasuk anda yang membaca postingan ini bila tetap online selama 8 jam (tanpa mika-miki) bisa kena decubitus derajat I, mau coba? Hehehe….

Decubitus menempati posisi sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama, dengan insidens antara < 1% - 38 % di rumah sakit dan 2.2% - 23.9% di unit long-term care. 1 Di unit perawatan akut rata-rata lama rawat dapat meningkat 4-17 hari .

Bagi beberapa pasien, decubitus menyebabkan peningkatan nyeri, penurunan kualitas hidup, infeksi, dan peningkatan morbiditas bahkan mortalitas. Decubitus dapat membuat frustasi perawat dan pasien, dan yang terpenting adalah Decubitus akan meningkatkan biaya perawatan.

Hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia tentang cost atau biaya yang dikeluarkan dalam perawatan luka decubitus, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung(Saldy, 2009). Sebagai gambaran di Belanda biaya perawatan decubitus $ 362 million- $ 2,8 billion dan potensial menyerap 1 % dari total biaya kesehatan nasional (Severens, et al 2002) sedangkan Di UK biaya perawatan decubitus mencapai 1.4 billion-2.1 billion per tahun dan menyerap 4 % dari total biaya kesehatan nasional (Bennet, et all 2004).

Ironisnya, ternyata 95 % decubitus dapat dicegah2, literature lain bahkan menunjukkan pencegahan yang baik dapat menurunkan kerusakan integritas kulit termasuk luka decubitus yang pada akhirnya akan memberikan kenyamanan emosional bagi pasien, keluarga, dan pemberi asuhan. Perawatan kulit yang baik akan memberikan dampak positif pada pasien, termasuk moral, harga diri, dan kemungkinan terjadinya nyeri dan infeksi. Keluarga juga harus dilibatkan dalam perencanaan asuhan keperawatan sehingga merasa turut bertanggung jawab dalam setiap program edukasi yang diberikan.

Sayangnya di Indonesia masalah decubitus kalah populer dengan masalah Bank Century, Testimonial Susno, dan Manusia 25 Milyar Gayus Tambunan, apalagi Julia Perez yang mau jadi Bupati Pacitan...mungkin nanti setelah ada yang bikin Partai Decubitus Indonesia (PDI) Perjuangan, barulah masalah decubitus mendapat perhatian....

Referensi:
1. Bethell, E. (2002). Incidence and prevalence data: can we ensure greater accuracy? Journal of Wound Care. 11(8): 285 - 288.
2. Waterlow, J. (1988). Prevention is cheaper than cure. Nursing Times, 84(25): 69-70.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

salam ners...
up 2 date sekali infonya bos... good..

kunjungan balik kawan...
salam kenal juga...

asviya mengatakan...

alhamdulillah decubitus suamiku yang di atas tulang ekor sudah sembuh, namun yang di bagian pantat belum. anehnya daging yang tumbuh dari samping sedang yang di dalam belum sempurna pertumbuhan dagingnya. kira2 bisa menutup dak ya lukanya. evisambi.wordpress.com

Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN. mengatakan...

buat mbak Asviya, dari komentar ibu paling tidak saya menangkap 2 dua lokasi luka dan yang pertama sudah sembuh. dengan asumsi bahwa onset luka terjadi bersamaan maka tidak ada masalah sistemik pada suami ibu yang menghalangi proses penymbuhan luka. Nah untuk luka yang dibagian pantat (sacrum) masalahnya adalah masalah lokal,pernyataan ibu bahwa dagingnya (granulasi) tumbuh dari samping sedangkan dari dalam (bantalan luka) belum tumbuh, hal ini disebabkan karena ada faktor lokal pada bantalan luka (wound bed, seperti ada jaringan mati (nekrosis atau slough), infeksi, dll yang belum teratasi...